Ditulis oleh Tizani Azalia, diedit oleh Neraca Cinta Dzilhaq, M.Psi., Psikolog
Psikologi Keluarga – Reply 1988 merupakan drama korea yang hadir pada tahun 2015-2016. Jika drama korea biasanya banyak menghadirkan konflik seputar romansa saja, kisah yang ditampilkan Reply 1988 ini cukup berbeda dari drama korea pada umumnya. Drama ini ternyata banyak mengangkat sentilan isu seperti isu keluarga, kehidupan, pertemanan, bahkan sampai isu parenting yang dapat kita petik.
Reply 1988 juga tetap membalut jalan ceritanya dengan konflik romansa. Isu dan konflik dari drama ini sangat beragam sehingga drama ini sangat sarat nilai. Walaupun sangat beragam, ketika menontonnya kamu serasa sedang berada di tengah konfliknya karena scene per scene yang ditampilkan sangat apik dan mendetil.
Yuk, bahas apa saja sih nilai-nilai keluarga yang dapat kita petik dari drama ini! Disclaimer, artikel ini mengandung spoiler, ya!
Analisis Psikologi Keluarga di Reply 1988
1. Secara Psikologi, Setiap Keluarga Punya Keunikannya Masing-masing!
Drama Reply 1988 menceritakan tentang kehidupan 5 sekawan yang sudah bersahabat sejak kecil: Deok Son, Sun Woo, Choi Taek, Jung Hwan, dan Dong Ryong. Mereka hidup bertetangga, namun memiliki latar belakang keluarga yang berbeda.
Setiap keluarga menghadapi konflik yang sangat beragam. Kepribadian setiap anggota keluarga yang berbeda-beda juga memberi banyak warna dalam drama ini.
Dari drama ini, kita dapat melihat bahwa, tidak ada yang paling menderita ataupun sebaliknya. Karena setiap masalah atau ujian memiliki porsi yang berbeda-beda pada setiap keluarga. Maka dari itu, drama ini bisa dijadikan sebagai contoh potret isu psikologi keluarga.
Psikologi keluarga membahas tentang berbagai macam isu kesehatan mental yang terjadi pada setting keluarga. Dalam ilmu psikologi keluarga, berbagai perbedaan dalam keluarga biasanya didukung oleh latar belakang pendidikan, lingkungan tempat tinggal, hingga parenting style.
Nah, seperti apa saja macam-macam parenting style tersebut?
Authoritarian
Orang tua dengan parenting style ini punya permintaan yang tinggi terhadap anaknya, namun timbal balik yang ditunjukkannya rendah. Jenis lingkungan pengasuhan dengan gaya parenting seperti ini menggunakan kontrol atau hukuman yang bermusuhan untuk menuntut kepatuhan dan kepatuhan. Orang tua otoriter menunjukkan respons yang rendah dan umumnya tidak terlalu emosional atau penuh kasih sayang terhadap anak mereka. Orang tua juga tak segan mengkritik anak, terutama ketika harapannya tidak terpenuhi.
Ada sisi positif dan negatif yang bisa diambil dari parenting style ini. Kalau dari sisi positifnya, anak akan jadi lebih patuh dan memiliki batasan moral yang jelas. Anak juga akan cenderung lebih menginternalisasikan nilai-nilai kekeluargaan.
Akan tetapi, sisi negatif parenting style ini juga tak kalah merugikan anak. Sebut saja, terbatasnya kemampuan anak secara mandiri, karena orang tua jarang memberi anak kebebasan menentukan keputusan untuk dirinya.
Authoritative
Parenting style ini akan mengingatkan kita dengan cara perusahaan bekerja. Intinya, orang tua akan mempunyai permintaan yang tinggi terhadap anak, namun daya tanggapnya juga tinggi. Dengan kata lain, orang tua menyediakan lingkungan yang mengasuh dan hangat sekaligus memberikan batasan dan batasan yang tegas. Orang tua authoritative memahami dan peka terhadap fakta bahwa anak-anak mereka akan memiliki ide dan penilaian sendiri dalam hidup, namun mereka juga bersedia memberikan saran dan mendengarkan kekhawatiran anaknya dengan pikiran terbuka.
Sisi positif dari parenting style ini adalah terdapat batasan dan hubungan yang sehat antara orang tua dan anak-anak, karena orang tua tetap mendorong anak-anaknya untuk mandiri, sambil menyediakan lingkungan yang aman dan stabil.
Berdasarkan penelitian dari Delvecchio (2020) dan Francis (2021), parenting style sangat berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak secara emosional, serta dapat berdampak pula pada level stres yang dialami orang tua. Anak-anak dengan orang tua yang parenting style-nya bersifat authoritative akan cenderung punya perkembangan psikologis yang bagus, karena mereka mendapatkan fasilitas yang cukup namun juga bisa membangun kedekatan yang baik dengan orang tuanya.
Namun tetap saja, sisi negatif parenting style ini juga tidak kalah penting diperhatikan. Parenting style jenis authoritative akan sulit diterapkan jika orang tua tidak sepenuhnya memahami kebutuhan anak di setiap stage pertumbuhannya.
Permissive
Orang tua yang permissive biasanya sering dibilang terlalu memanjakan anak, karena punya tanggap yang tinggi dan tuntutan yang rendah. Mereka mendukung dan berusaha memenuhi kebutuhan emosional anak dengan menyediakan lingkungan yang hangat dan penuh kasih sayang, namun peraturan yang ditetapkan mereka sangat longgar.
Memang, secara positif, parenting style jenis ini akan sangat mendukung anak dan memfasilitasinya untuk masa depan yang lebih baik. Akan tetapi, parenting style jenis ini dianggap kurang memandirikan anak, apalagi karena beban pengasuhannya diletakkan kepada orang tua. Jika anak terlalu dimanjakan, ia akan kehilangan kontrol atas dirinya sendiri. Meskipun kebutuhan psikologis dan emosionalnya sangat kaya, anak-anak dengan orang tua permissive akan cenderung mudah membangkang dan mengontrol rumah tangga.
Uninvolved
Bertolak belakang dengan parenting style jenis authoritative di mana orang tua memegang kontrol terhadap perilaku dan perkembangan anak, parenting style orang tua berjenis uninvolved akan cenderung lalai dan tidak peduli, sekalipun masih menyediakan kebutuhan dasar bagi anak seperti tempat tinggal, sandang, dan makanan. Selain itu, orang tua tidak memberikan harapan untuk perilaku sosial atau akademik, tidak mendukung dan terlibat dalam pengasuhan anak. Boro-boro mendengarkan, orang tua takkan memberi dukungan emosi dan tak mau repot-repot membina hubungan dengan anak.
Gaya parenting jenis ini jelas-jelas sangat negatif, karena tidak ada attachment yang muncul antara anak dengan orang tuanya.
Nah, coba ingat-ingat adegan dalam Reply 1988, deh! Berakar pada uraian di atas, kamu pasti akan mampu mengidentifikasi parenting style yang diterapkan setiap keluarga di dalamnya. Memang, setiap keluarga punya parenting yang berbeda-beda. Namun, kamu tidak bisa memilih harus lahir di keluarga yang mana. Kuncinya bukan hanya pada dari mana kamu berasal, namun bagaimana kamu berjuang untuk meraih mimpimu.
Baca juga: Anak Senang, Orang Tua Tenang! Ikuti Teknik Mindful Parenting Berikut Ini!
2. Dalam Skala Prioritas, Keluarga Tetap Nomor Satu!
Walaupun punya kesibukan masing-masing, setiap keluarga tetap mengutamakan quality time. Misalnya, keluarga Deok Sun menghabiskan family time dengan makan bersama. Full team is a must, meski kadang ada yang sesekali absen karena ada kegiatan lain di luar.
Rutinitas makan bersama bisa menjadi cara untuk menyatukan anggota keluarga yang kesibukannya berbeda-beda. Rutinitas sederhana ini juga diterapkan oleh keluarga lainnya.
Karena itu, penting untuk tetap memiliki waktu yang berkualitas dengan keluarga, sesibuk apapun kegiatan di luar. Penelitian Korcz (2020) menegaskan bahwa menjalani waktu luang dengan keluarga bisa mendukung perkembangan fisik anak. Selain itu, penelitian yang dilakukan di Jepang oleh Fujii (2021) juga melaporkan bahwa menghabiskan waktu bersama keluarga juga bisa mencegah kesepian di kalangan pekerja dewasa.
3. Menerima Keadaan dan Berjuang Demi Keluarga
Nilai ketiga ini mungkin sangat relate dengan kamu yang punya single parent atau sedang berjuang sebagai salah satunya.
Dalam drama ini, kita dihadapkan pada kisah Sun Woo, yang memiliki kepribadian tegar. Kepergian ayahnya merupakan pukulan keras bagi dirinya. Sun Woo hidup bertiga dengan ibu dan adik perempuannya. Alih-alih menyalahkan keadaan, Sun Woo memiliki semangat tinggi untuk bangkit kembali.
Ketiadaan sosok ayah tidak lantas menjadikan dirinya tidak mandiri. Sun Woo justru terpacu untuk mengejar cita-cita nya dengan belajar yang giat.
Dengan belajar menerima keadaan, Sun Woo justru bisa lebih fokus untuk melakukan kewajiban yang ada di depan mata. Ia berusaha menjadi anak yang taat pada sang ibu serta kakak yang baik untuk adik perempuannya.
4. Orang Tua Harus Bisa Melihat Potensi Anak
Deok Sun merupakan anak yang kurang baik dalam bidang akademis jika dibanding sang kakak, Sung Bo Ra.
Ia memiliki kesulitan untuk mempelajari materi sekolah hingga ia selalu mendapat peringkat terbawah saat ujian. Meski begitu, Deok Sun memiliki kelebihannya tersendiri. Kepribadiannya yang ceria dan hangat membuat orang di sekitarnya sering terhibur dengan kehadirannya.
Pada suatu hari, teman sekelas Deok Sun yang memiliki epilepsi sedang kambuh. Para siswi lain hanya menontonnya dan hanya Deok Sun yang bisa membantu temannya tersebut. Deok Sun langsung dipredikatkan sebagai siswi dengan karakter yang sangat baik oleh sekolahnya.
Sejak kejadian tersebut, orang tua Deok Sun baru menyadari dan membuka mata bahwa nilai bukanlah segalanya. Every child is unique in their own way! Kecerdasan manusia itu berbeda-beda. Louis Thurstone, misalnya, mendefisnisikan kecerdasan individu terbagi jadi tujuh bagian, yaitu memori asosiatif, kemampuan numerik, kecepatan perseptual, penalaran, visualisasi spasial, pemahaman verbal, dan kefasihan kata-kata. Maka dari itu, bisa jadi seorang anak memiliki kelebihan di satu jenis kemampuan, dan lemah di kemampuan lainnya.
6. Antar Pasangan Harus Saling Memahami
Memiliki pasangan yang karakternya jauh berbeda dengan kita bukan berarti hubungan tidak bisa berjalan dengan baik, begitupun sebaliknya.
Orang tua Jung Hwan memiliki kepribadian yang sangat berbeda. Sang Ayah punya karakter yang kocak, sedangkan sang Ibu punya karakter yang galak. Walau kadang sang ayah sering mendapati istrinya kesal, namun, saling memahami satu sama lain membuat mereka tetap saling menyayangi, lho! Kuncinya tentu saja komunikasi yang efektif antar pasangan harus ditetapkan.
Nah, maka dari itu, buat kamu yang sudah berkeluarga, coba deh perhatikan seperti apa karakteristik pasangan kamu. Jika memang ada satu atau dua hal yang menjadai perbedaan dari kalian berdua, jangan anggap sebagai penghalang, ya! Anggaplah sebagai bumbu yang mewarnai kehidupan kalian.
7. Love Language Orang Tua Itu Berbeda-beda
Masih ingat dengan teori love language yang dicetuskan Gary Chapman? Melalui Reply 1988, ada pelajaran yang dapat kita petik tentang love language. Dalam drama ini, Ayah dari Choi Taek memiliki kepribadian yang kurang ekspresif dan terlihat pendiam. Hubungan antara Choi Taek dan sang Ayah juga terlihat kurang dekat dan akrab. Sebab, mereka kurang terbiasa menunjukkan rasa sayang mereka dalam keseharian. Padahal, bukan berarti sang Ayah nggak sayang. Ayah Choi Taek mungkin tidak pandai dalam kata-kata untuk sekedar ngomong sayang dengan anaknya.
Setiap orang memiliki cara yang berbeda-beda dalam mengekspresikan rasa sayangnya, tak terkecuali orang tua kita. Maka dari itu, kita tidak bisa memaksakan orang tua kita harus berperilaku seperti apa.
Sudahkah kamu menonton drama Reply 1988? Jika belum, drama Korea ini wajib banget kamu check out, nih, Bestie! Soalnya moral value-nya ngena banget buat kamu ambil hikmahnya.
Jangan lupa juga, bila kamu memiliki masalah dengan keluarga, konsultasikan masalahmu bersama psikolog Riliv!
Referensi:
- Cherry, K. (2022). Theories of Intelligence in Psychology. Retrieved from Verywellmind: https://www.verywellmind.com/theories-of-intelligence-2795035
- Delvecchio, E., Germani, A., Raspa, V., Lis, A., & Mazzeschi, C. (2020). Parenting Styles and Child’s Well-Being: The Mediating Role of the Perceived Parental Stress. Europe’s journal of psychology, 16(3), 514–531. https://doi.org/10.5964/ejop.v16i3.2013
- Francis, A., Pai, M. S., & Badagabettu, S. (2021). Psychological Well-being and Perceived Parenting Style among Adolescents. Comprehensive child and adolescent nursing, 44(2), 134–143. https://doi.org/10.1080/24694193.2020.1743796
- Fujii, R., Konno, Y., Tateishi, S., Hino, A., Tsuji, M., Ikegami, K., Nagata, M., Yoshimura, R., Matsuda, S., & Fujino, Y. (2021). Association Between Time Spent With Family and Loneliness Among Japanese Workers During the COVID-19 Pandemic: A Cross-Sectional Study. Frontiers in psychiatry, 12, 786400. https://doi.org/10.3389/fpsyt.2021.786400
- Korcz, A., Krzysztoszek, J., Łopatka, M., Ludwiczak, M., Górska, P., & Bronikowski, M. (2020). The Role of Family Time Together in Meeting the Recommendation for Physical Activity among Primary School Children. International journal of environmental research and public health, 17(11), 3970. https://doi.org/10.3390/ijerph17113970
- Stuck, A. M., & Bryars, L. (ed.). (2020). Parenting Styles: Types, Examples, & Impacts. Retrieved from Choosing Therapy: https://www.choosingtherapy.com/parenting-styles/