Ditulis oleh Lyana Nurtari Putri, diedit oleh Neraca Cinta Dzilhaq, M.Psi., Psikolog
Takut akan Komitmen – Bagi beberapa orang, menjalani hubungan percintaan tidaklah mudah. Trauma masa lalu biasanya menjadi penyebab munculnya rasa takut akan komitmen. Tapi, apa benar demikian? Kalau kamu salah satu yang mengalaminya, simak penjelasan Riliv tentang takutan akan komitmen di bawah ini, yuk!
Hubungan yang langgeng seolah mustahil bagi seseorang yang takut akan komitmen
Apa sih keutamaan komitmen buat pasangan?
Komitmen dalam hubungan terjadi karena dua orang saling mengikat janji untuk selalu bersama dalam interdependensi dan pertukaran sosial. Artinya, dalam komitmen, pasangan bergantung stau sama lain dari segi material maupun emosional. Mereka juga akan membentuk attachment (kelekatan) yang menjadi basis terjadinya pertukaran sosial dan emosional. Dengan demikian, hubungan juga akan menjadi lebih aman dari disrupsi, karena adanya sense pertanggung jawaban satu sama lain.
Lalu, mari kita tinjau lagi soal takut akan komitmen. Ketakutan ini terangkum dalam sebuah fobia yang dinamakan gamophobia. Seperti halnya fobia lainnya, gamophobia ditandai dengan rasa takut yang disertai kecemasan akan sesuatu hal, yang dalam kasus ini berkaitan dengan komitmen dalam hubungan romantis.
Orang yang takut akan komitmen umumnya tidak bisa berada dalam hubungan jangka panjang, walaupun sebenarnya bisa jadi ia menginginkan yang sebaliknya. Namun, rasa cemas yang luar biasa membuatnya takut menjalani suatu hubungan untuk waktu yang lama. Apabila seseorang yang mengalami hal ini dipaksa untuk terlibat dalam sebuah hubungan, mereka cenderung memilih untuk menjauh dibanding berkomitmen.
Lalu, apa yang menyebabkan seseorang takut akan komitmen?
Penyebab takut akan komitmen bermacam-macam berbeda-beda pada setiap orang. Sejumlah faktor risiko lain yang mendasari ketakutan ini meliputi:
- Riwayat keluarga: Misalnya, karena tumbuh dengan orang tua atau orang terdekat yang memiliki fobia atau gangguan kecemasan dapat membuat individu mengembangkan ketakutan yang sama atau serupa. Selain itu, bisa juga takut akan komitmen disebabkan oleh hubungan keluarga yang kurang harmonis atau gaya pengasuhan yang membuat kamu kurang merasakan kasih sayang orang tua.
- Patah hati sebelumnya: Orang yang mengalami sakit hati karena putus cinta, perceraian, atau perselingkuhan mungkin menghindar untuk terlibat lagi dengan seseorang, sehingga menjadi cemas saat harus menjalani hubungan baru.
- Genetika: Penelitian tahun 2019 menunjukkan bahwa orang-orang tertentu memiliki perubahan gen (mutasi gen) yang meningkatkan risiko kecemasan atau gangguan fobia, tak terkecuali takut akan komitmen.
- Attachment issues: Setiap orang dengan gangguan attachment pastinya memiliki risiko besar mengalami ketakutan akan komitmen, apalagi bila mereka termasuk ke dalam individu yang memiliki avoidant attachment style.
- Belum siap bertanggungjawab. Ketika berkomitmen, segala hal akan menjadi tanggung jawab bersama. Ketika merasa tidak mampu untuk mengemban tanggung jawab, individu akan memilih mundur dari berkomitmen. Ini bisa menyebabkan trust antar pasangan juga berkurang karena satu sama lain merasa tidak ada rasa aman yang tumbuh dalam hubungan.
Baca juga: Daddy Issues Ganggu Hubungan Percintaan, Ini Sebabnya!
Takut akan komitmen bukan sesuatu yang abadi
Meskipun sulit dan butuh waktu yang lama, rasa takut akan komitmen dapat diatasi, kok!
Langkah pertama yang perlu dilakukan adalah dengan memiliki kemauan yang kuat untuk berubah. Untukmu yang memiliki ketakutan akan komitmen, cobalah untuk lebih terbuka dan percaya kepada pasangan. Dalam suatu hubungan wajar, kok, kadang kala ada yang tersakiti. Jangan biarkan hal ini membuatmu takut sehingga enggan merasakan indahnya cinta.
Maka dari itu, langkah keduanya adalah komunikasikan segala masalah dengan pasangan. Kunci dari menjalani hubungan yang langgeng adalah saling memahami, mendukung, dan memberikan kontribusi satu sama lain. Jadi, bila ada permasalahan dalam hubungan, ada baiknya kamu dan pasangan juga berdialog dan memperbaiki komunikasi satu sama lain. Tapi, ingat, ya! Bagaimanapun juga, kamu tidak perlu bertanggung jawab atas kebaikan atau kesembuhan pasanganmu jika dia belum mau berubah. Jika memang berat bagimu untuk menjalani hubungan dengan orang yang belum mau berkomitmen, ada baiknya kamu mengembalikan cintamu pada dirimu sendiri dan merawat well-being diri sendiri.
Langkah ketiga adalah berkonsultasi dengan profesional. Bagaimanapun juga, segala masalah pasti ada solusinya. Jika kamu atau pasangan memiliki masalah terkait komitmen, ada baiknya membicarakannya dengan psikolog. Psikolog akan membantumu untuk memahami apa saja hal-hal yang menyebabkan permasalahan antar pasangan, baik itu dari segi sosial maupun emosional.
Baca Juga: Cinta Kok Menderita? Konseling Pasangan Aja!
Nah, buat kamu yang punya masalah dengan hubungan romantis, kamu nggak perlu repot-repot mencari ahli kesehatan mental! Sekarang kamu bisa konseling pasangan online dengan para psikolog profesional berlisensi menggunakan aplikasi Riliv! Tertarik mencobanya? Yuk, selamatkan hubungan romantismu dengan Riliv!
Referensi:
- Peel, R., & Caltabiano, N. (2021) Why Do we Sabotage Love? A Thematic Analysis of Lived Experiences of Relationship Breakdown and Maintenance. Journal of Couple & Relationship Therapy, 20(2), 99-131. DOI: 10.1080/15332691.2020.1795039
- Stanley, S. M., Rhoades, G. K., & Whitton, S. W. (2010). Commitment: Functions, Formation, and the Securing of Romantic Attachment. Journal of family theory & review, 2(4), 243–257. https://doi.org/10.1111/j.1756-2589.2010.00060.x
- WebMD. (2021). What Is Avoidant Attachment?. Retrieved from WebMd: https://www.webmd.com/parenting/what-is-avoidant-attachment